HUKUM ABORSI DALAM
AGAMA ISLAM
Aborsi Menurut Hukum Islam
Dr.
Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128
menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w.1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman
77-79).
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas?ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk “nuthfah” kemudian dalam bentuk ?alaqah? selama itu pula, kemudian dalam bentuk “mudghah” selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya. [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i, berikut Firman Allah SWT:
Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu. (Qs. al-An’am [6]: 151).
Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu. (Qs. al-Isra` [17]: 31).
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w.1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman
77-79).
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas?ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk “nuthfah” kemudian dalam bentuk ?alaqah? selama itu pula, kemudian dalam bentuk “mudghah” selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya. [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i, berikut Firman Allah SWT:
Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu. (Qs. al-An’am [6]: 151).
Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu. (Qs. al-Isra` [17]: 31).
Dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan (alasan) yang benar (menurut syara’). (Qs. al-Isra` [17]: 33).
Dan apabila bayi-bayi yang
dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah
ia dibunuh. (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam. Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum (1998) dan Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam. Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum (1998) dan Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).
Dalil
syar’i yang
menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau
40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut: Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut, dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan? Maka Allah kemudian memberi keputusan...? [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].
40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut: Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut, dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan? Maka Allah kemudian memberi keputusan...? [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].
Dalam
riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda: jika nutfah telah lewat empat puluh malam... Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma'shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. Berdasarkan
uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari. Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti
telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah
diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut.
Rasulullah Saw bersabda : Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan.[HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a.] (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Rasulullah Saw bersabda : Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan.[HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a.] (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan
aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja?iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.
Di
samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab azl merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perempuan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah
SAW telah
membolehkan azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak menginginkan budak perempuannya hamil. Rasulullah Saw bersabda kepadanya: Lakukanlah azl padanya jika kamu suka [HR. Ahmad, Muslim, dan Abu
Dawud].
Namun
demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT: Barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Qs. Al-Ma’idah [5]: 32) .
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!? [HR. Ahmad]. Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan: Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima “Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.”(Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!? [HR. Ahmad]. Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan: Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima “Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.”(Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan
kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pendapat
yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi).
Ciri-ciri adanya kehidupan
adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi,
perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan. Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan (al hayah).
Pendapat
tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma,
berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya
tidak demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas ‘azl
terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal
‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah Saw. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.
‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah Saw. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.
Kesimpulan Aborsi bukan
sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial
yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum
aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja'iz) dan tidak apa-apa. Wallahu a’lam [M. Shiddiq
al-Jawi] “Referensi Abduh, Ghanim,
1963, Naqdh Al Isytirakiyah
Al Marksiyah, t.p., t.tp Al Baghdadi, Abdurrahman,
1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta Hakim, Abdul
Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, Sa’adiyah Putera, Jakarta Hasan, M. Ali,
1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam,
RajaGrafindo Persada, Jakarta Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus
Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta Uman, Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang
Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci, Surabaya Zallum, Abdul Qadim,
1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi
Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup
dan Mati, Al-Izzah, Bangil
Zuhdi, Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum
Islam, Haji Masagung, Jakarta”
4.
Pandangan Islam terhadap
Nyawa, Janin dan Pembunuhan
بِالحَق إِلاَّ اللّهُ مَ حَرَّالَّتِي النَّفْسَ
تَقْتُلُواْ وَلاَ
“ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.
“ ( Q.S. Al Israa’: 33 )
Yang dimaksud dengan Aborsi dalam pembahasan ini
adalah menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas
permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya .
Sebelum menjelaskan secara mendetail tentang hukum
Aborsi, lebih dahulu perlu dijelaskan tentang pandangan umum ajaran Islam
tentang nyawa, janin dan pembunuhan, yaitu sebagai berikut :
Pertama, manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh
dihinakan baik dengan merubah ciptaan tersebut, maupun menguranginya dengan
cara memotong sebagian anggota tubuhnya, maupun dengan cara memperjual
belikannya, maupun dengan cara menghilangkannya sama sekali yaitu dengan
membunuhnya, sebagaiman firman Allah swt :
آدَمَﺀ بَنِي كَرَّمْنَا وَلَقَدْ
“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat
manusia “ ( Qs. al-Isra’:70)
Kedua, membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh
semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua
orang.
نَفْسٍ بِغَيْرِ نَفْسًا قَتَلَ مَن أَنَّهُ
إِسْرَائِيلَ بَنِي عَلَى كَتَبْنَا ذَلِكَ أَجْلِ مِنْ
فَكَأَنَّمَا أَحْيَاهَا وَمَنْ جَمِيعًا النَّاسَ
قَتَلَ مَافَكَأَنَّ الأَرْضِ فِي فَسَادٍ أَوْ
جَمِيعًا النَّاسَ أَحْيَا
“Barang
siapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia
semuanya.” (Qs. Al Maidah:32)
Ketiga, dilarang membunuh anak ( termasuk di dalamnya janin
yang masih dalam kandungan ) , hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman
Allah swt :
لَهُمْ قَتْ نَّإ وَإِيَّاكُم نَرْزُقُهُمْ نَّحْنُ
إِمْلاقٍ خَشْيَةَ لادَكُمْ وْأَتَقْتُلُواْ وَلاَ
كَبِيرًا خِطْءًا كَانَ
”Dan janganlah
kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki
kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang
besar.” (Qs al Isra’ : 31)
Keempat, Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan
kehendak Allah swt, sebagaimana firman Allah swt
طِفْلًا جُكُمْ نُخْرِ ثُمَّ مُّسَمًّى أَجَلٍ إِلَى
نَشَاء مَا حَامِ رْالْأَيفِ وَنُقِرُّ
“...Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam
rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu
dari rahim ibumu sebagai bayi...” (QS al Hajj : 5)
Kelima, larangan membunuh jiwa tanpa hak, sebagaimana
firman Allah swt :
بِالحَقِّ إِلاَّ اللّهُ حَرَّمَ الَّتِي النَّفْسَ
تَقْتُلُواْ وَلاَ
“Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan alasan yang benar
“
5. Hukum Aborsi Dalam
Islam.
Di dalam teks-teks al Qur’an dan Hadist tidak didapati
secara khusus hukum aborsi, tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa
orang tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :
وَلَعَنَهُ عَلَيْهِ اللّهُ وَغَضِبَ فِيهَا دًالِ اخَ امُنَّدًجَهَفَجَزَآؤُهُ
مُّتَعَمِّدًا
مُؤْمِنًا يَقْتُلْ وَمَن
يمًا عَظِ عَذَابًا لَهُ وَأَعَدَّ
“ Dan barang siapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di
dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya
adzab yang besar ( Qs An Nisa’ : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud
bahwasanya Rosulullah sa bersabda :“ Sesungguhnya
seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama
empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh
hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus
malaikat untuk meniupkan roh, serta
memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu
kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun yang bahagia. “ (
Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa
dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut :
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya
dan terbagi menjadi tiga pendapat, yaitu :
a.
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya
boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut
dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159).
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab
Hanafi, Syafi’I, dan Hambali. Tetapi
kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul
Qadir : 2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Mas’ud di atas yang
menunjukkan bahwa sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan
belum sempurna, serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
b.
Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya
makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui
secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu
peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian
ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab Syafi’I .
( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591,
Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
c. Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya
haram. Dalilnya bahwa air mani sudah
tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap
menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat
ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/
267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya
(empat bulan) , telah dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan,
dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan
kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap
merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam
batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam
istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu
jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan
dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan
yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas.
2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa
menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi
ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini
berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam
dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia
telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini
berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti
jika sang janin nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam
hal ini, para ulama berbeda pendapat, yaitu:
a. Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan
roh hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan
membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh
Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :
بِالحَقِّ إِلاَّ اللّهُ حَرَّمَ الَّتِي النَّفْسَ
تَقْتُلُواْ لاَ وَ
“ Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar. “ ( Q.S. Al Israa’: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih
diragukan, sedang keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka
sesuai dengan kaidah fiqhiyah : “ Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh
dihilangkan dengan sesuatu yang masih ragu.”, yaitu tidak boleh membunuh janin
yang sudah ditiup rohnya yang merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena
kawatir dengan kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang masih diragukan. (
Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permisalan bahwa jika
sebuah perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa
terjadi jika sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak
dibolehkan.
b. Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan
roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan
ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada
menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara
yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir.(
Mausu’ah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa
dikembalikan kepada ilmu kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya.
Wallahu A’lam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa
para ulama sepakat bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal
yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu
alasan syar’i hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang
diharamkan Allah swt.
6. Ayat-ayat tentang
Aborsi
Umat Islam percaya bahwa
Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama bagi kehidupan manusia. Allah
berfirman: “Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala
sesuatu.” (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang terkandung didalam
Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang mengendalikan perbuatan
manusia.
Tidak ada satupun ayat didalam
Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam.
Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan
sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi
orang-orang yang membunuh sesama manusia adalah sangat mengerikan.
1. Manusia berapapun
kecilnya adalah ciptaan Allah yang mulia.
Agama Islam sangat menjunjung
tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi
akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)
2. Membunuh
satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa
sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.
Didalam agama Islam, setiap
tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar.
Firman Allah: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena
sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa
yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS 5:32)
3. Umat
Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup
atau takut akan kekurangan uang. Banyak
calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil
atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan
kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah
yang bunyinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat.
Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)
4. Aborsi
adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah Allah. Membunuh berarti melakukan
tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan tujuan menghentikan
kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah
“abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan kriminal – tindakan
yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman terhadap orang-orang
yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan
di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan
kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang
demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat
mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)
5. Kelima:
Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil
dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih
mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih
dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan
janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.
6. Keenam:
Tidak ada kehamilan yang merupakan “kecelakaan” atau kebetulan. Setiap janin
yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Allah menciptakan manusia dari
tanah, kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak
terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat firman Allah: “Selanjutnya Kami
dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan.
Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi.” (QS 22:5)
Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup “selama
umur kandungan”. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin
sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa!
7. Nabi
Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar
nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan.
Hamil diluar nikah berarti
hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku zinah.
Akan tetapi Nabi Muhammad SAW – seperti dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud –
tidak memerintahkan seorang wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan
kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid
dan berkata,”Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah aku.”. Dia (Nabi yang
suci) menampiknya. Esok harinya dia berkata,”Utusan Allah, mengapa engkau
menampikku? Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik Ma’is. Demi
Allah, aku telah hamil.” Nabi berkata,”Baiklah jika kamu bersikeras, maka
pergilah sampai anak itu lahir.” Ketika wanita itu melahirkan datang bersama
anaknya (terbungkus) kain buruk dan berkata,”Inilah anak yang
kulahirkan.” Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun kehamilan
itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan
sampai waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,2011http://akthin.com/index.php?option=com_content&view=article&id=65:hukum-aborsi-dalam-islam&catid=1:fikih-kedoteran&Itemid=34. Diakses tanggal 13
Desember 2011 pukul 18.56
Anonim, 2008 http://118.98.213.22/aridata_web/how/k/kesehatan/18_ABORSI.pdf. Diakses tanggal 13
Desember 2011 pukul 19.04
Masita, 2009. http://masita18.wordpress.com/2009/04/07/makalah-aborsi/ . Diakses tanggal 13
Desember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar