BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan agar
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sedangkan orientasi misi pendidikan di Indonesia antara lain adalah
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Untuk
mewujudkan pembelajaran yang berkualitas, sangat dibutuhkan adanya kreatifitas
dan inovasi yang terus menerus dari guru dalam mengembangkan kegiatan belajar
mengajar. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa dengan pembelajaran yang
berkualitas dapat meningkatkan prestasi dan motivasi belajar peserta didik.
Prestasi dan motivasi belajar yang tinggi dapat menjadi salah satu sarana
dalam mengembangkan kemampuan dan
pembentukan watak peserta didik.
Mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn)
merupakan mata pelajaran yang langsung mengemban misi dalam proses pembentukan
watak atau karakter peserta didik yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
Karakteristik PPKn
tersebut sebenarnya sama dengan mata pelajaran yang lain, yaitu sama-sama
mengembangkan kopetensi kognisi, afeksi dan psikomotorik peserta didik, hanya
bedanya pada ranah afeksi menjadi titik tekan untuk dikembangkan oleh PPKn.
Untuk
membangun kemampuan afeksi peserta didik pada pendidikan dasar (setingkat SMP),
dibutuhkan kopetensi kognitif
yang cukup memadai dalam membangun wawasan dan pengetahuan siswa tentang materi
PPKn. Wawasan dan
pengetahuan tersebut bukan merupakan hasil perolehan pasif yang didapat dari
proses transfer informasi dari pendidik, tetapi merupakan pengetahuan yang
diperoleh dari proses konstruksi dan rekonstruksi oleh peserta didik sendiri,
karena proses demikian ini akan lebih memperkuat
ketajaman berpikir atau kemampuan berpikir kritis peserta didik sekaligus dapat
meningkatkan kemampuan respek dan tingkat kepekaan peserta didik.
Berdasarkan
pengamatan peneliti dan pandangan sebagian besar pendidik, didapati bahwa
kemampuan konstruksi dan merekonstruksi pengetahuan para peserta didik di SMP 1 Petungkriyono dalam mata pelajaran PPKn, khususnya siswa
kelas VIII sangat rendah. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa indikator
antara lain: 1) siswa sangat pasif dalam menggali berbagai sumber belajar; 2)
kemampuan mengkritisi berbagai informasi sangat rendah; 3) pengetahuan umum
terkesan sangat dangkal; 4) kurang respek atau peka terhadap berbagi peristiwa yang terjadi; 5) kurang
berani dalam berpendapat dan menyampaikan gagasannya; 5) prestasi belajar tidak
berkembang; dan 7) motivasi belajar sangat rendah.
Berbagai
indikator tersebut didukung pula dengan munculnya faktor kejenuhan belajar
siswa, yang ditunjukkan dengan respon siswa yang rendah dalam mengikuti proses
pembelajaran. Munculnya kejenuhan selama pembelajaran ini diantaranya
dikarenakan strategi pembelajaran yang digunakan guru monoton, yaitu dengan
menggunakan metode ceramah, tanya jawab, telaah buku dan media seadanya, hal
ini mengakibatkan prestasi belajar PPKn
siswa kelas VIII pada pertengahan semester gasal tahun pelajaran 2013/2014 ini
sangat rendah yaitu rata-rata 68, padahal KKM PKn adalah 75.
Untuk
itu dibutuhkan kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran mata pelajaran PPKN dengan menggunakan berbagai cara yang
menarik yang ada kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari melalui proses pelibatan peserta didik dalam merekonstruksi
hasil pengamatannya sehari-hari
dan hasil gagasan-gagasannya.
Sunardi
(2012:13) menyarankan untuk mengupayakan agar pelajaran PKN menyenangkan anak,
maka sampaikan materi yang sudah dikenal anak hingga anak percaya diri.
Karena
itu peneliti mencoba memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan
pendekatan model pembelajaran berbasis inkuiri, yang mampu mengembangkan
ketrampilan peserta didik dalam merekonstruksi pengetahuannya sekaligus
ketrampilan dalam mengkomunikasikan ide dan gagasannya. Seperti dinyatakan oleh
Dahar (1988), bahwa pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang
berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu
persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu
prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.
Berdasarkan
latar belakang di atas disepakati oleh peneliti yang akan bekerja secara tim
untuk melakukan PTK berupa pemberian tindakan melalui pembelajaran baru yang
mengajak siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan
model pembelajaran berbasis inkuiri dengan judul: “Peningkatan Prestasi Belajar
Pkn pada Materi Konstitusi Melalui Pembelajaran Berbasis Inkuiri Siswa Kelas VIII
SMP 1 Petungkriyono Semester Gasal
Tahun Pelajaran 2014/2015”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
pada latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah penerapan
model pembelajaran berbasis inkuiri pada mata pelajran PPKn materi konstitusi
terhadap siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono ?
2.
Bagaimanakah
peningkatan kemampuan merekonstruksi pengetahuan materi konstitusi pada siswa
kelas VIII SMP 1 Petungkriyono melalui
penerapan pembelajaran berbasis inkuiri ?
3.
Bagaimanakah
peningkatan ketrampilan mengkomunikasikan hasil-hasil konstruksi pengetahuan
materi konstitusi pada siswa kelas VIII
SMP 1 Petungkriyono dengan
penerapan pembelajaran berbasis inkuiri ?
4.
Bagaimanakah respon
siswa terhadap penerapan pembelajaran berbasis inkuiri siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono dengan
diterapkannya pembelajaran berbasis inkuiri ?
C.
Identifikasi Masalah
Peneliti
mengidentifikasi masalah penelitian tindakan kelas Illustrasi inisial adalah
sebagai berikut:
1. Rendahnya
motivasi belajar.
2. Rendahnya
keaktifan siswa.
3. Guru
menggunakan metoda analisis yang
tidak efektif.
4. Guru tidak
menggunakan
model pembelajaran yang inovatif.
D. Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk
mendeskripsikan penerapan model pembelajaran berbasis inkuiri pada mata
pelajran PPKn
materi konstitusi terhadap siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono.
2. Untuk
mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan merekonstruksi pengetahuan materi
konstitusi pada siswa kelas VIII
SMP 1 Petungkriyono melalui
penerapan pembelajaran berbasis inkuiri.
3. Untuk
mengetahui sejauh mana peningkatan ketrampilan mengkomunikasikan hasil-hasil
konstruksi pengetahuan materi konstitusi pada siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono dengan
penerapan pembelajaran berbasis inkuiri.
4. Untuk
mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran berbasis inkuiri siswa
kelas VIII SMP 1 Petungkriyono dengan
diterapkannya pembelajaran berbasis inkuiri.
E. Manfaat
penelitian
Penelitian
ini sangat bermanfaat, baik bagi siswa, guru, maupun guru lain.
1. Bagi
Siswa
Dapat
meningkatkan keberanian siswa bertanya, menjawab, dan mengemukakan pendapat,
makna pembelajaran bagi siswa, dan meningkatkan pemahaman dan kreativitas siswa
tentang benda dan sifatnya.
2. Bagi
Peneliti
Dapat
meningkatkan keterampilan pengembangan pendekatan, metode atau model dalam
proses pembelajaran di kelas, serta meningkatkan profesionalitas dalam proses
KBM di kelas.
3. Bagi
Guru
Menjadi
sumber inspirasi dalam menerapkan model-model pembelajaran dan memotivasi guru
untuk melakukan penelitian sejenis atau penerapan model-model pembelajaran yang
lain, yang lebih kreatif, inovatif dan lebih menyenangkan dalam rangka
mengembangkan proses pembelajarannya.
4. Bagi
Sekolah
Sebagai
sarana dalam meningkatkan kualitas penyelengaraan pendidikan di sekolah, dan
sarana untuk membantu guru untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas dalam
melaksanakan tugas pembelajaran di kelas.
F.
Hipotesis
Penelitian kami lakukan di SMP 1 Petungkriyono dengan
jumlah responden 40 peserta didik. Dalam penelitian ini kami meneliti sejauh
mana motivasi belajar siswa, dan tingkat prestasi belajar siswa kelas VIII SMP
1 Petumhkriyono tahun pelajaran 20014/20015 semester gasal.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
1.
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Inkuiri
Pembelajaran
menggunakan model inkuiri merupakan pengajaran di mana guru dan anak
mempelajari peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan
jiwa para ilmuwan, ini adalah pengertian menurut Dahar (1988). Pengajaran
berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana
kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok
yang digariskan secara jelas.
Model
inkuiri didefinisikan oleh (Sund dan Trowbridge, 1973) dalam (Putrayasa, 2001)
sebagai: Pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan
eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin
melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbul-simbul dan mencari jawaban atas
pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain,
membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain.
Menurut
(Trowbridge, 1990) dalam (Putrayasa, 2001) menyatakan bahwa model inkuiri
adalah sebuah model proses pengajaran yang berdasarkan atas teori belajar dan
perilaku. Inkuiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar
dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir
rasional .
Sementara
itu, Trowbridge (1990) dalam (Putrayasa, 2001) menjelaskan model inkuiri
sebagai proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan
hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan
masalah-masalah tersebut. Hal senada dikatakan oleh Roestiyah (1998) mengatakan
bahwa inkuiri adalah suatu perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara
yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses discovery, inkuiri mengandung
proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah,
merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data,
menarik kesimpulan, menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu,
terbuka dan sebagainya.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses yang ditempuh siswa
untuk memecahkan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan
menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi, dalam model inkuiri ini siswa
terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu permasalahan yang
diberikan guru. Dengan demikian, siswa akan terbiasa bersikap seperti para
ilmuwan sains, yaitu teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, kreatif, dan
menghormati pendapat orang lain.
B. Pengertian Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Motivasi
berasal dari kata motif. Menurut Sumadi
Suryabrata (1998:70) motif adalah keadaan ilustrasi
pribadi orang yang mendorong individu
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai tujuan.
Merurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 756) yang dinamakan motivasi adalah “dorongan yang timbul
bahasa dari diri seseorang secara sadar untuk melakukan suatu tindakan artikel
baru tujuan tertentu. Baru demikian motivasi belajar adalah kondisi psikologis
yang mendorong seseorang untuk belajar. Kaitan motivasi artikel baru belajar
dapat dioptimalkan sesuai artikel baru kemampuan berikutnya yang ada pada diri
siswa”.
Menurut
Sumadi Suryabrata (1998: 70) ada dua
macam motivasi antara lain (1) motivasi intrinsik, (2) motivasi ekstrinsik.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi. Menurut
Weiner (1972) Dalam
buku Margaret E Bell Gredler (1991:436) berpendapat bahwa “ada peristiwa
internal yang bertindak sebagai perantara yang menstimulus tugas dan tingkah laku individu
berikutnya”.
Interpretasi dari pendapat Weiner
yaitu bahwa setiap akan bertindak,
seseorang seolah-olah digerakkan oleh sesuatu yang ada dalam tubuhnya. Sehingga
seseorang itu berkeinginan melakukan sesuatu secara bertanggung jawab atas
dirinya sendiri.
Dari
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, motivasi adalah suatu dorongan yang
muncul dari
diri individu untuk
mempengaruhi seseorang melakukan suatu tindakan untuk mencapai segala
keinginan. Munculnya
dorongan karena ada faktor diri seseorang yang disebut faktor intern dan yang
datang dari luar diri seseorang disebut faktor ekstern.
2. Hakikat
Belajar
Belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku individu. Proses perubahan itu melalui
lingkungan atau prosedur latihan, baik latihan laboratorium ataupun alamiah.
Teori
Gestalt dalam Buku Yana Wardana
(2010: 12) mengatakan, belajar adalah “proses
imunisasi meliputi mengambangkan wawasan”.
Insight adalah perubahan terhadap hubungan antar bagian dalam suatu situasi
permasalahan. Teori inisial menganggap bahwa wawasan adalah inti pembentukan
tingkah laku,
yang mempunyai ciri-ciri: a) kemampuan wawasan seseorang tergantung kepada kemampuan
equity. Kemampuan equity tergantung pula pada usia dan posisi individu dalam
kelompok, b) insight dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu yang relevan, c)
insight dapat bergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya, d)
pengertian merupakan inti bahasa dari wawasan, e) apabila wawasan telah
didapat, dapat digunakan untuk menghadapi persoalan.
Sedangkan
CT Morgan dalam
bukunya yang berjudul
pengantar psikologi (962) dalam buku Yana
Wardhana (2012:15)
mengatakan, belajar adalah “suatu
perubahan yang relatif yang menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau
revenues dari pengalaman masa lalu”.
3. Pengertian Motivasi Belajar
Dari pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk belajar.
C. Pengertian
Kreativitas
S.C.
Utami Munandar (1992) dalam bukunya mengembangkan bakat dan kreativitas anak
sekolah, merumuskan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru,
berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Selanjutnya dalam
belajar kreatif siswa terlibat secara aktif dan mendalami bahan yang
dipelajari.(penalaran) tetapi juga berhubungan dengan penghayatan pengalaman
belajar yang mengasyikkan.
Pentingnya
kreativitas dikembangkan karena : (1) dengan berkreasi orang dapat mewujudkan
dirinya; (2) kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat
berbagai macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah; (3) bersibuk
diri dengan kratif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan
kepada diri sendiri; (4) kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan
kualitas hidupnya (S.C. Utami Munandar, 1992).
Dari
uraian yang ada diatas maka yang dimaksud dengan kreativitas adalah seorang
yang selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba, bertualang, suka
bermain-main, intuisif, dan mempunyai potensi untuk menjadi orang yang kreatif.
Semua orang lahir dengan kreativitas dan jika ia yakin ia adalah orang yang
kreatif maka ia akan menemukan cara yang kreatif untuk mengatasi masalah harian
baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan pribadinya.(Depoter,2000)
D. Pengertian
Hasil Belajar
Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Menurut pendapat Winata
Putra dan Rosita (1997; 191 ) tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak
digunakan untuk menentukan keberhasilan
seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan
keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil
belajar adalah sebagai berikut:
1. Tes
hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran sesuai dengan
tujuan instruksional yang tercantum
dalam kurikulum yang berlaku.
2. Tes
hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah
dipelajari.
3. Bentuk
pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat
belajar yang diharapkan.
4. Tes
hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar.
A.
Tabrani (1992;3) mengatakan bahwa belajar mengajar adalah suatu proses yang rumit karena tidak sekedar menyerap informasi dari
guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan
, terutama bila diinginkan hasil yang
lebih baik .
2. Hakekat
Pembelajaran PPKn
A. Pengertian
belajar
Belajar
merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang melalui penguatan
(reinforcement), sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen dan
persisten pada dirinya
sebagai hasil pengalaman (Learning is a change of behaviour as a result of experience), demikian
pendapat John Dewey, salah seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran Behavioural
Approach.
Perubahan
yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif, mengarah
kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain),
aspek afektif (afektive domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric
domain). Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Ada
empat pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO, yaitu :
ü Learning
to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan siswa menguasai
tekhnik menemukan pengetahuan dan bukan semata-mata hanya memperoleh
pengetahuan.
ü Learning
to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan
Controlling, Monitoring, Maintening, Designing, Organizing. Belajar dengan
melakukan sesuatu dalam potensi yang kongkret tidak hanya terbatas pada
kemampuan mekanistis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasama
dengan orang lain serta mengelola dan mengatasi koflik
ü Learning
to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup bersama dengan orang
lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling pengertia dan tanpa prasangka.
ü Learning
to be adalah keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai tingkatan ini
diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua dan ketiga. Tiga
pilar tersebut ditujukan bagi lahirnya siswa yang mampu mencari informasi dan
menemukan ilmu pengetahua yang mampu memecahkan masalah, bekerjasama,
bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan. Bila ketiganya behasil
dengan memuaskan akan menumbuhkan percaya diri pada siswa sehingga menjadi
manusia yang mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki
kemantapan emosional dan intelektual, yang dapat mengendalikan dirinya dengan
konsisten, yang disebut emotional intelegence (kecerdasan emosi).
B. Pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan
kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan
karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelajaran PPKn dalam rangka “nation
and character building” :
1.
PPKn
merupakan bidang kajian kewarganegaraan yang ditopang berbagai disiplin ilmu
yang releven, yaitu: ilmu politik, hukum, sosiologi, antropologi, psokoliogi
dan disiplin ilmu lainnya yang digunakan sebagai landasan untuk melakukan
kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai dan perilaku demokrasi
warganegara.
2.
PPKn
mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para peserta didik. Pengembangan
karakter bangsa merupakan proses pengembangan warganegara yang cerdas dan
berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan perhatiannya pada pengembangan kecerdasan
warga negara (civic intelegence) sebagai landasan pengembangan nilai dan
perilaku demokrasi.
3.
PPKn
sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan pembelajaran yang digunakan
adalah yang lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekankan pelatihan
penggunaan logika dan pealaran. Untuk menfasilitasi pembelajaran PKn yang
efektif dikembangkan bahan pembelajaran yang interaktif yang dikemas dalam
berbagai paket seperti bahan belajar tercetak, terekam, tersiar, elektronik,
dan bahan belajar yang digali dari ligkungan masyarakat sebagai pengalaman
langsung (hand of experience).
4.
Kelas PPKn sebagai
laboratorium demokrasi. Melalui PPKn,
pemahaman sikap dan perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata melalui
‘mengajar demokrasi” (teaching democracy), tetapi melalui model pembelajaran
yang secara langsung menerapkan cara hidup secara demokrasi (doing democracy).
Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat kedali mutu tetapi juga
sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar bagi siswa sehingga lebih dapat
berhasil dimasa depan. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh termasuk portofolio
siswa dan evaluasi diri yang lebih berbasis kelas.
3. Tingkatan
Pemahaman Siswa Terhadap Materi Ajar
Tingkatan
pemahaman (the levels of understanding) pada pembelajaran dapat dibedakan
menjadi dua. Menurut Skemp (1976) dalam Wahyudi (2001). Tingkatan pemahaman
yang pertama disebut pemahaman instruksional (instructional understanding).
Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau
hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa dan dapat terjadi.
Lebih lanjut, siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan hal
tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Selanjutnya, tingkatan pemahaman
yang kedua disebut pemahaman relasional (relational understanding). Pada
tahapan tingkatan ini, menurut Skemp, siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal
tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat
terjadi. Lebih lanjut, dia dapat menggunakannya untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.
Menurut
Byers dan Herscovics (1977) dalam Wahyudi (2001) menganalisis ide Skemp itu dan
mengembangkannya lebih jauh. yaitu, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan
pemahaman antara, yaitu tingkatan pemahaman intuitif (intuitive understanding)
dan tingkatan pemahaman formal (formal understanding). Pertama, sebelum sampai
pada tingkatan pemahaman instruksional, siswa terlebih dahulu berada pada
tingkatan pemahaman intuitif. Mereka mendefinisikannya sebagai berikut. “Intuitive
understanding is the ability to solve a problem without prior analysis of the
problem.” Pada tahap tingkatan ini siswa sering menebak jawaban berdasarkan
pengalaman-pengalaman keseharian dan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu.
Akibatnya, meskipun siswa dapat menjawab suatu pertanyaan dengan benar, tetapi
dia tidak dapat menjelaskan kenapa (why). Kedua, sebelum siswa sampai pada
tingkatan pemahaman relasional, biasanya mereka akan melewati tingkatan
pemahaman antara yang disebut dengan pemahaman formal.
4. Tipe
Hasil Belajar
Menurut
Nana Sudjana (1988; 49), tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam suatu
pengajaran terdiri dari 3 macam yaitu: bidang kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan
yang harus nampak sebagai hasil belajar. Nana Sudjana (1988;50-54) juga
mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek pengajaran adalah sebagai berikut :
a. Tipe
hasil belajar bidang kognitif
Tipe
ini terbagi menjadi 6 poin, yaitu tipe hasil belajar :
1. Pengetahuan
hafalan (Knowledge), yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual. Merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil
belajar lainnya.
2. Pemahaman
(konprehention), kemampuan menangkap makna
atau arti dari suatu konsep.
3. Penerapan
(aplikasi), yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan suatu konsep. Ide, rumus, hukum dalam
situasi yang baru, misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu.
4. Analisis,
yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai suatu intergritas (kesatuan ynag utuh)
menjadi unsur atau bagian yang mempunyai arti.
5. Sintesis,
yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas.
6. Evaluasi,
yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan
pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.
b. Tipe hasil belajar afektif
Bidang
afektif disini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang diperhatikanoleh guru,
tetapi lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang
mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang
telah menguasai bidang kognitif tingkat
tinggi.
Beberapa
tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana ke yang lebih komplek yaitu :
1. Receiving
atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang
datang pada siswa, baik dalam bentuk
masalah situasi dan gejala.
2. Responding
atau jawaban, yakni reaksi yang
diberikan seseorang terhadap stimulus dari luar.
3. Valuing
atau penilaian, yakni berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
stimulus.
4. Organisasi,
yakni pengembangan nilai ke dalam sistem
organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya dan
kemantapan prioritas yang dimilikinya.
5. Karakteristik
nilai atau internalisasi, yakni keterpaduan dari semua nilai yang dimiliki
seseorang yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya.
c. Tipe
hasil belajar bidang psikomotor
Hasil
belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk ketrampilan, kemampuan
bertindak individu. Ada 6 tingkatan ketrampilan yaitu :
1. Gerakan
refleks yaitu ketrampilan pada gerakan tidak sadar.
2. Ketrampilan
pada gerakan-gerakan dasar.
3. Kemampuan
pesreptual termasuk di dalamnya membedakan visual , adaptif, motorik, dan lain-lain.
4. Kemampuan
di bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan ketetapan.
5. Gerakan-gerakan
skill, mulai dari dari ketrampilan sederhana sampai pada ketrampilan yang
kompleks.
6. Kemampuan
yang berkenaan dan komunikasi non decorsive seperti gerakan ekspresif, interpretative.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A. Tempat
dan Subyek Penelitian
Penelitian
dilaksanakan di SMP 1 Petungkriyono, dengan subyek
penelitiannya adalah siswa kelas VIII
SMP 1 Petungkriyono semester
gasal tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah responden
sebanyak 40
siswa, dengan latar belakang siswa-siswa
yang mengikuti pembelajaran PPKn.
B. Jadwal
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian
dilaksanakan pada semester gasal tahun
pelajaran 2014/2015.
1. Persiapan
minggu I bulan September 2014.
2. Pelaksanaan
tindakan I Oktober minggu I tanggal 4 Oktober 2014.
3. Pelaksanaan
tindakan II Oktober minggu II
tanggal 11 Oktober 2014.
4. Pelaksanaan
tindakan III Oktober minggu III tanggal 18 Oktober 2014, jika hasil dari
siklus II hasilnya belum memuaskan.
5. Pengumpulan
data minggu IV bulan Oktober 2014.
6. Pelaporan
bulan Desember 2014
minggu ke III.
C.
Rancangan Penelitian
Penelitian
tindakan kelas adalah penelitian yang dilaksanakan oleh guru bersama tim di
dalam kelas dengan kegiatan berulang-ulang atau bersiklus, dalam rangka
memecahkan masalah, sampai masalah itu dipecahkan. Dalam melaksanakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK), guru meneliti bersama tim (mitra) terhadap
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan secara langsung, sehingga bila guru
menemukan permasalahan dalam pembelajaran guru dapat merencanakan tindakan
alternatif, kemudian dilaksanakan dan dievaluasi apakah tindakan alternatif
tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
Penelitian
tindakan kelas lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya realistik
dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun hasil penelitian dapat
diterapkan oleh orang lain yang mempunyai konteks yang sama dengan peneliti.
Dalam buku Pedoman Teknis Pelaksanaan Clasroom Action Research (CAR) atau
Penelitian Tindakan Kelas (PTK Depdiknas (2001:5) disebutkan penelitian
bersiklus, tiap siklus terdiri dari:
a. Persiapan/perencanaan
(Planning)
b. Tindakan/pelaksanaan
(Acting)
c. Observasi
(Observing)
d. Refleksi
(Reflecting)
D. Tahap
Pelaksanaan
Tahap
pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 siklus yaitu :
1. Siklus
I
a. Perencanaan
(Planning)
Sebelum
melakukan penelitian, peneliti mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :
1.
Mengidentifikasikan
bahan pembelajaran
2.
Menyusun silabus dan
RPP
3. Menyiapkan
alat bantu pembelajaran
4.
Menyiapkan lember tes
5.
Menyiapkan lembar
observasi.
Tindakan
/ pelaksanaan (Acting)
Dalam
tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah tertuang dalam rencana
pembelajaran dengan modifikasi pelaksanaan sesuai dengan situasi yang terjadi.
b. Tindakan
Siklus 1
Kompetensi Dasar : Menjelaskan berbagai konstitusi
yang pernah berlaku di Indonesia.
Indikator : Menjelaskan pengertian,
maksud, tujuan, dan pentingnya
konstitusi bagi suatu negara.
Langkah-langkah
tindakan:
1. Tindakan
pertama yang perlu dilakukan adalah mengaktifkan siswa dalam proses
pembelajaran dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan awal untuk membangkitkan
motivasi belajar.
2. Guru
mengajak siswa untuk mengingat dan melafalkan alinea-alinea dalam pembukaan UUD
1945 secara bersama-sama.
3. Guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa seputar isi Pembukaan UUD 1945 tersebut
alinea demi alinea.
4. Guru
membagi siswa dalam 6 kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa)
dan masing-masing kelompok diberikan tugas untuk menemukan pengertian, maksud,
tujuan, dan pentingnya konstitusi bagi suatu negara.
5. Guru
mempersilahkan setiap kelompok untuk maju dan mempresentasikan hasil
diskusinya.
6. Guru
dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil pembahasan materi dengan seksama dan
tepat
Beberapa
hal yang diharapkan dalam siklus ini adalah:
1. Siswa
mengalami peningkatan minat belajar dan aktivitas di kelas selama guru
melakukan kegiatan pembelajaran
2. Terdapat
peningkatan konsentrasi belajar siswa sehingga aktivitas siswa menjadi terfokus
dalam penyelesaian tugas-tugas yang diberikan oleh guru
3. Siswa
memiliki kemauan dan keberanian untuk bertanya kepada siswa tentang kesulitan
yang dialami pada saat menyelesaikan tugas yang diberikan
c. Observasi
(Observing)
Dalam
tahap observasi peneliti melakukan pengamatan selama kegiatan berlangsung, juga
teman, guru yang diminta bantuan untuk ikut mengamati selama kegiatan proses
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi keaktifan siswa
dan lembar observasi aktifitas guru.
d. Refleksi
(Reflecting)
Tahap
ini merupakan tahap menganalisa, mensintesa, hasil dari catatan selama kegiatan
proses pembelajaran menggunakan instrumen lembar pengamatan, kuesioner, dan
tes. Dalam refleksi melibatkan siswa, teman sejawat yang mengamati dan kepala
sekolah. Untuk melakukan perencanaan pada siklus berikutnya, peneliti
mengidentifikasi dan mengelompokkan masalah yang timbul pada pembelajaran
siklus I.
2. Siklus
II
a. Persiapan/
perencanaan (Planning)
Sebelum
melaksanakan tindakan siklus II, peneliti melakukan perbaikan-perbaikan terkait
dengan temuan-temuan pada siklus I.
Ø Tindakan/
pelaksanaan (Acting)
Kompetenasi Dasar : Menganalisa
penyimpangan-penyimpangan terhadap konstitusi yang berlaku di Indonesia.
Indikator : Menjelaskan
faktor-faktor terjadinya penyimpangan terhadap konstitusi dan bentuk
penyimpangannya.
Langkah-langkah
tindakan:
1. Guru
mengajak siswa bersama-sama menyanyikan lagu “Tujuh Belas Agustus 1945” untuk
membangkitkan motivasi siswa.
2. Guru
menanyakan kepada siswa tentang konstitusi-konstitusi yang diberlakukan di
Indonesia sejak berdiri menjadi negara sampai sekarang.
3. Guru
mengajak siswa melakukan studi kelompok, masing-masing kelompok maksimal 3
siswa, dan masing-masing kelompok ditugas untuk menggali faktor penyebab
terjadinya penyimpangan terhadap konstitusi dan bentuk-bentuk penyimpangannya
dari berbagi konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia.
4. Siswa
melaporkan hasil kerjanya ke depan kelas dan memulai diskusi bersama-sama,
dalam siklus II ini guru mengurangi peran dan intruksinya kepada siswa, hanya
mengamati dengan seksama bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukannya
dan perubahan aktifitas siswa yang dialaminya
5. Pada
sesi akhir guru dan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran secara bersama-sama
Harapan
yang dimungkinkan muncul dalam siklus II ini adalah bahwa :
1. Guru
dapat mengelola kelas dengan lebih baik dan lebih mampu memahami siswa
2. Siswa
dapat meningkatkan kemampuan komunikasinya dan penguasaan konsep materi
pembelajaran
3. Partisipasi
siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan yang baik
b. Observasi
(Observing)
Pada
tahap observasi peneliti melakukan pengamatan selama kegiatan berlangsung,
peneliti juga meminta bantuan teman guru untuk mengamati kegiatan proses
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi aktifitas guru dan
lembar keaktifan siswa.
c. Refleksi
(reflecting)
Dari
hasil pengamatan pada siklus kedua dapat digunakan untuk melakukan refleksi
apakah hasil ulangan siswa sudah memenuhi ketuntasan secara klasikal maupun
individual.
E.
Perangkat penelitian
Dalam
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas digunakan beberapa perangkat penelitian
sebagai berikut :
1.
Rencana Pembelajaran
Skenario pembelajaran
dengan pokok bahasan perpangkatan dan akar yang berisi tahapan-tahapan kegiatan
pembelajaran di dalam kelas, tentang bagaimana menerapakan metode variasi
sehingga mampu meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran.
2. Media
Pembelajaran
Alat bantu pembelajaran
yang digunakan oleh peneliti, dalam rangka mempermudah proses pembelajaran
dengan metode variasi
F. Instrumen
Penelitian
Dalam
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas menggunakan beberapa analisa, antara
lain :
1. Lembar
observasi
Lembar observasi guru
digunakan untuk mengungkapkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran antara
lain contoh lembar observasi seperti pada lampiran.
2. Soal
tes
Berupa tes hasil
belajar berbentuk soal pilihan ganda dan uraian. Soal tes dikerjakan secara
invidu oleh siswa. Tes digunakan untuk mendapatkan gambaran hasil belajar siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran, tes diadakan setiap akhir siklus. Dari
hasil tes pada siklus satu dan dua dapat
ditarik kesimpulan ada tidaknya peningkatan hasil tes yang dilaksanakan. Data
yang diperoleh dari hasil ulangan siswa digunakan untuk mengetahui hasil
ketuntasan klasikal maupun individual.
3. Angket/
Kuisioner
Angket diberikan
setelah proses pembelajaran berakhir pada akhir siklus. Tujuannya untuk
mengetahui respon siswa tentang kekurangan, kelebihan atau kendala yang ada
serta saran siswa terhadap proses pembelajaran. Contoh angket dapat dilihat
dalam lampiran.
G. Teknik Analisis Data
Dalam
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas teknik analisis terhadap data yang telah
dikumpulkan sebagai berikut :
1.
Data Aktivitas Siswa
Data
aktivitas siswa adalah data kegiatan siswa dalam proses pembelajaran
selanjutnya diobservasi dengan mengkaitkannya dalam kategori;
1.
Baik apabila
tercatat ≥ 10
tally
2.
Sedang apabila
tercatat ≥ 6
tally
3. Rendah apabila
tercatat ≤ 6
tally
Indikator
observasi ini meliputi; memperhatikan penjelasan guru, mengajukan pertanyaan,
menjawab pertanyaan guru, mengerjakan soal ke papan tulis, dan menyelesaikan
tugas mandiri. (Lebih lanjut dapat dilihat dalam lampiran form pengamatan)
2. Data
Hasil Tes Belajar Siswa
Data
hasil tes adalah data yang diperoleh oleh peneliti setelah melakukan tes
formatif terhadap siswa setelah pembelajaran. Tes belajar siswa dilakukan
selama 2 (dua) kali, pada setiap siklus yang dilakukan. Dari hasil tes pada
siklus satu dan dua nantinya akan dibandingkan sehingga dapat ditarik
kesimpulan ada tidaknya peningkatan hasil tes yang dilaksanakan. Data yang
diperoleh dari hasil ulangan siswa digunakan untuk mengetahui hasil ketuntasan
klasikal maupun individual. Ketuntasan individiual ditentukan dengan ketentuan:
a.
Ketuntasan secara individu
Rumus persentase
ü Jumlah
skor yang diperoleh X 100%
ü Jumlah
skor maksimal
b. Ketuntasan
secara klasikal
Rumus persentase ketuntasan :
ü Jumlah
siswa yang tuntas X 100%
ü Jumlah
seluruh siswa
ü Ketuntasan
belajar individu dinyatakan tuntas apabila
tingkat persentase ketuntasan minimal mencapai 65 %, sedangkan untuk
tingkat klasikal minimal mencapai 85 %
(Depdikbud, 1994, dalam
Kustantini:10)
c. Angket/
Kuisioner
Data yang diperoleh
melalui angket siswa dianalisis dengan menggunakan jumlah responden yang telah
menjawab setiap pertanyaan angket. Kategori jawaban terbagi menjadi 3 (tiga)
macam: ya, tidak dan cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar