Jumat, 10 Oktober 2014

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan agar Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan orientasi misi pendidikan di Indonesia antara lain adalah meningkatkan kualitas pembelajaran.
Untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas, sangat dibutuhkan adanya kreatifitas dan inovasi yang terus menerus dari guru dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa dengan pembelajaran yang berkualitas dapat meningkatkan prestasi dan motivasi belajar peserta didik. Prestasi dan motivasi belajar yang tinggi dapat menjadi salah satu sarana dalam  mengembangkan kemampuan dan pembentukan watak peserta didik.
Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan mata pelajaran yang langsung mengemban misi dalam proses pembentukan watak atau karakter peserta didik yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Karakteristik PPKn tersebut sebenarnya sama dengan mata pelajaran yang lain, yaitu sama-sama mengembangkan kopetensi kognisi, afeksi dan psikomotorik peserta didik, hanya bedanya pada ranah afeksi menjadi titik tekan untuk dikembangkan oleh PPKn.
Untuk membangun kemampuan afeksi peserta didik pada pendidikan dasar (setingkat SMP), dibutuhkan kopetensi kognitif yang cukup memadai dalam membangun wawasan dan pengetahuan siswa tentang materi PPKn. Wawasan dan pengetahuan tersebut bukan merupakan hasil perolehan pasif yang didapat dari proses transfer informasi dari pendidik, tetapi merupakan pengetahuan yang diperoleh dari proses konstruksi dan rekonstruksi oleh peserta didik sendiri, karena proses demikian ini akan lebih memperkuat ketajaman berpikir atau kemampuan berpikir kritis peserta didik sekaligus dapat meningkatkan kemampuan respek dan tingkat kepekaan peserta didik.
Berdasarkan pengamatan peneliti dan pandangan sebagian besar pendidik, didapati bahwa kemampuan konstruksi dan merekonstruksi pengetahuan para peserta didik di SMP 1 Petungkriyono dalam mata pelajaran PPKn, khususnya siswa kelas VIII sangat rendah. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa indikator antara lain: 1) siswa sangat pasif dalam menggali berbagai sumber belajar; 2) kemampuan mengkritisi berbagai informasi sangat rendah; 3) pengetahuan umum terkesan sangat dangkal; 4) kurang respek atau peka terhadap  berbagi peristiwa yang terjadi; 5) kurang berani dalam berpendapat dan menyampaikan gagasannya; 5) prestasi belajar tidak berkembang; dan 7) motivasi belajar sangat rendah.
Berbagai indikator tersebut didukung pula dengan munculnya faktor kejenuhan belajar siswa, yang ditunjukkan dengan respon siswa yang rendah dalam mengikuti proses pembelajaran. Munculnya kejenuhan selama pembelajaran ini diantaranya dikarenakan strategi pembelajaran yang digunakan guru monoton, yaitu dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, telaah buku dan media seadanya, hal ini mengakibatkan prestasi belajar PPKn siswa kelas VIII pada pertengahan semester gasal tahun pelajaran 2013/2014 ini sangat rendah yaitu rata-rata 68, padahal KKM PKn adalah 75.
Untuk itu dibutuhkan kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran mata pelajaran PPKN  dengan menggunakan berbagai cara yang menarik  yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari melalui proses pelibatan peserta didik dalam merekonstruksi hasil pengamatannya sehari-hari dan hasil gagasan-gagasannya. Sunardi (2012:13) menyarankan untuk mengupayakan agar pelajaran PKN menyenangkan anak, maka sampaikan materi yang sudah dikenal anak hingga anak percaya diri.
Karena itu peneliti mencoba memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan model pembelajaran berbasis inkuiri, yang mampu mengembangkan ketrampilan peserta didik dalam merekonstruksi pengetahuannya sekaligus ketrampilan dalam mengkomunikasikan ide dan gagasannya. Seperti dinyatakan oleh Dahar (1988), bahwa pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.
Berdasarkan latar belakang di atas disepakati oleh peneliti yang akan bekerja secara tim untuk melakukan PTK berupa pemberian tindakan melalui pembelajaran baru yang mengajak siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran berbasis inkuiri dengan judul: “Peningkatan Prestasi Belajar Pkn pada Materi Konstitusi Melalui Pembelajaran Berbasis Inkuiri Siswa Kelas VIII SMP 1 Petungkriyono Semester Gasal Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah penerapan model pembelajaran berbasis inkuiri pada mata pelajran PPKn materi konstitusi terhadap siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono ?
2.      Bagaimanakah peningkatan kemampuan merekonstruksi pengetahuan materi konstitusi pada siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono melalui penerapan pembelajaran berbasis inkuiri ?
3.      Bagaimanakah peningkatan ketrampilan mengkomunikasikan hasil-hasil konstruksi pengetahuan materi konstitusi pada siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono dengan penerapan pembelajaran berbasis inkuiri ?
4.      Bagaimanakah respon siswa terhadap penerapan pembelajaran berbasis inkuiri siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono dengan diterapkannya pembelajaran berbasis inkuiri ?

C.     Identifikasi Masalah
Peneliti mengidentifikasi masalah penelitian tindakan kelas Illustrasi inisial adalah sebagai berikut:
1.      Rendahnya motivasi belajar.
2.      Rendahnya keaktifan siswa.
3.      Guru menggunakan metoda analisis yang tidak efektif.
4.      Guru  tidak menggunakan model pembelajaran yang inovatif.

D.     Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1.      Untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran berbasis inkuiri pada mata pelajran PPKn materi konstitusi terhadap siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono.
2.      Untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan merekonstruksi pengetahuan materi konstitusi pada siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono melalui penerapan pembelajaran berbasis inkuiri.
3.      Untuk mengetahui sejauh mana peningkatan ketrampilan mengkomunikasikan hasil-hasil konstruksi pengetahuan materi konstitusi pada siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono dengan penerapan pembelajaran berbasis inkuiri.
4.      Untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran berbasis inkuiri siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono dengan diterapkannya pembelajaran berbasis inkuiri.

E.      Manfaat penelitian
Penelitian ini sangat bermanfaat, baik bagi siswa, guru, maupun guru lain.
1.      Bagi Siswa
Dapat meningkatkan keberanian siswa bertanya, menjawab, dan mengemukakan pendapat, makna pembelajaran bagi siswa, dan meningkatkan pemahaman dan kreativitas siswa tentang benda dan sifatnya.
2.      Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan keterampilan pengembangan pendekatan, metode atau model dalam proses pembelajaran di kelas, serta meningkatkan profesionalitas dalam proses KBM di kelas.
3.      Bagi Guru
Menjadi sumber inspirasi dalam menerapkan model-model pembelajaran dan memotivasi guru untuk melakukan penelitian sejenis atau penerapan model-model pembelajaran yang lain, yang lebih kreatif, inovatif dan lebih menyenangkan dalam rangka mengembangkan proses pembelajarannya.
4.      Bagi Sekolah
Sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas penyelengaraan pendidikan di sekolah, dan sarana untuk membantu guru untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas dalam melaksanakan tugas pembelajaran di kelas.


F.      Hipotesis
Penelitian kami lakukan di SMP 1 Petungkriyono dengan jumlah responden 40 peserta didik. Dalam penelitian ini kami meneliti sejauh mana motivasi belajar siswa, dan tingkat prestasi belajar siswa kelas VIII SMP 1 Petumhkriyono tahun pelajaran 20014/20015 semester gasal.


BAB  II
KAJIAN PUSTAKA
1.      LANDASAN TEORI
A.       Pengertian Inkuiri
Pembelajaran menggunakan model inkuiri merupakan pengajaran di mana guru dan anak mempelajari peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para ilmuwan, ini adalah pengertian menurut Dahar (1988). Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.
Model inkuiri didefinisikan oleh (Sund dan Trowbridge, 1973) dalam (Putrayasa, 2001) sebagai: Pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbul-simbul dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain.
Menurut (Trowbridge, 1990) dalam (Putrayasa, 2001) menyatakan bahwa model inkuiri adalah sebuah model proses pengajaran yang berdasarkan atas teori belajar dan perilaku. Inkuiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional .
Sementara itu, Trowbridge (1990) dalam (Putrayasa, 2001) menjelaskan model inkuiri sebagai proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut. Hal senada dikatakan oleh Roestiyah (1998) mengatakan bahwa inkuiri adalah suatu perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses discovery, inkuiri mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka dan sebagainya.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inkuiri  merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan masalah, merencanakan eksperimen,  melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi, dalam model inkuiri ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru. Dengan demikian, siswa akan terbiasa bersikap seperti para ilmuwan sains, yaitu teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, kreatif, dan menghormati pendapat orang lain.
B.       Pengertian Motivasi Belajar
1.      Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata motif. Menurut Sumadi Suryabrata (1998:70) motif adalah keadaan ilustrasi pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai tujuan.
Merurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 756) yang dinamakan motivasi adalah dorongan yang timbul bahasa dari diri seseorang secara sadar untuk melakukan suatu tindakan artikel baru tujuan tertentu. Baru demikian motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Kaitan motivasi artikel baru belajar dapat dioptimalkan sesuai artikel baru kemampuan berikutnya yang ada pada diri siswa.
Menurut Sumadi Suryabrata (1998: 70) ada dua macam motivasi antara lain (1) motivasi intrinsik, (2) motivasi ekstrinsik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi. Menurut Weiner (1972) Dalam buku Margaret E Bell Gredler (1991:436) berpendapat bahwa “ada peristiwa internal yang bertindak sebagai perantara yang menstimulus tugas dan tingkah laku individu berikutnya. Interpretasi dari pendapat Weiner yaitu bahwa setiap akan bertindak, seseorang seolah-olah digerakkan oleh sesuatu yang ada dalam tubuhnya. Sehingga seseorang itu berkeinginan melakukan sesuatu secara bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, motivasi adalah suatu dorongan yang muncul dari diri individu untuk mempengaruhi seseorang melakukan suatu tindakan untuk mencapai segala keinginan. Munculnya dorongan karena ada faktor diri seseorang yang disebut faktor intern dan yang datang dari luar diri seseorang disebut faktor ekstern.
2.      Hakikat Belajar
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu. Proses perubahan itu melalui lingkungan atau prosedur latihan, baik latihan laboratorium ataupun alamiah.
Teori Gestalt dalam Buku Yana Wardana (2010: 12) mengatakan, belajar adalah proses imunisasi meliputi mengambangkan wawasan. Insight adalah perubahan terhadap hubungan antar bagian dalam suatu situasi permasalahan. Teori inisial menganggap bahwa wawasan adalah inti pembentukan tingkah laku, yang mempunyai ciri-ciri: a) kemampuan wawasan seseorang tergantung kepada kemampuan equity. Kemampuan equity tergantung pula pada usia dan posisi individu dalam kelompok, b) insight dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu yang relevan, c) insight dapat bergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya, d) pengertian merupakan inti bahasa dari wawasan, e) apabila wawasan telah didapat, dapat digunakan untuk menghadapi persoalan.
Sedangkan CT Morgan dalam bukunya  yang berjudul pengantar psikologi (962) dalam buku Yana Wardhana (2012:15) mengatakan, belajar adalah suatu perubahan yang relatif yang menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau revenues dari pengalaman masa lalu.
3.      Pengertian Motivasi Belajar
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.
C.       Pengertian Kreativitas
S.C. Utami Munandar (1992) dalam bukunya mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah, merumuskan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Selanjutnya dalam belajar kreatif siswa terlibat secara aktif dan mendalami bahan yang dipelajari.(penalaran) tetapi juga berhubungan dengan penghayatan pengalaman belajar yang mengasyikkan.
Pentingnya kreativitas dikembangkan karena : (1) dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya; (2) kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat berbagai macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah; (3) bersibuk diri dengan kratif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan kepada diri sendiri; (4) kreativitaslah yang memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya (S.C. Utami Munandar, 1992).
Dari uraian yang ada diatas maka yang dimaksud dengan kreativitas adalah seorang yang selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba, bertualang, suka bermain-main, intuisif, dan mempunyai potensi untuk menjadi orang yang kreatif. Semua orang lahir dengan kreativitas dan jika ia yakin ia adalah orang yang kreatif maka ia akan menemukan cara yang kreatif untuk mengatasi masalah harian baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan pribadinya.(Depoter,2000)
D.       Pengertian Hasil Belajar
Untuk  mengetahui sejauh mana proses belajar  mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Menurut pendapat Winata Putra dan Rosita (1997; 191 ) tes hasil belajar adalah   salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan  untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil belajar adalah sebagai berikut:
1.      Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari  dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional  yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku.
2.      Tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari.
3.      Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan.
4.      Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
A. Tabrani (1992;3) mengatakan bahwa belajar mengajar adalah  suatu proses yang rumit  karena tidak sekedar menyerap informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan ,  terutama bila diinginkan hasil yang lebih baik .
2.      Hakekat Pembelajaran PPKn
A.     Pengertian belajar
Belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang melalui penguatan (reinforcement), sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya sebagai hasil pengalaman (Learning is a change of behaviour as a result of experience), demikian pendapat John Dewey, salah seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran Behavioural Approach.
Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif, mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif (afektive domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric domain). Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

Ada empat pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO, yaitu :
ü  Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan siswa menguasai tekhnik menemukan pengetahuan dan bukan semata-mata hanya memperoleh pengetahuan.
ü  Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan Controlling, Monitoring, Maintening, Designing, Organizing. Belajar dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang kongkret tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanistis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain serta mengelola dan mengatasi koflik
ü  Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling pengertia dan tanpa prasangka.
ü  Learning to be adalah keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua dan ketiga. Tiga pilar tersebut ditujukan bagi lahirnya siswa yang mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahua yang mampu memecahkan masalah, bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan. Bila ketiganya behasil dengan memuaskan akan menumbuhkan percaya diri pada siswa sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki kemantapan emosional dan intelektual, yang dapat mengendalikan dirinya dengan konsisten, yang disebut emotional intelegence (kecerdasan emosi).
B.     Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelajaran PPKn dalam rangka “nation and character building” :
1.      PPKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan yang ditopang berbagai disiplin ilmu yang releven, yaitu: ilmu politik, hukum, sosiologi, antropologi, psokoliogi dan disiplin ilmu lainnya yang digunakan sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai dan perilaku demokrasi warganegara.
2.      PPKn mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para peserta didik. Pengembangan karakter bangsa merupakan proses pengembangan warganegara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan perhatiannya pada pengembangan kecerdasan warga negara (civic intelegence) sebagai landasan pengembangan nilai dan perilaku demokrasi.
3.      PPKn sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah yang lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekankan pelatihan penggunaan logika dan pealaran. Untuk menfasilitasi pembelajaran PKn yang efektif dikembangkan bahan pembelajaran yang interaktif yang dikemas dalam berbagai paket seperti bahan belajar tercetak, terekam, tersiar, elektronik, dan bahan belajar yang digali dari ligkungan masyarakat sebagai pengalaman langsung (hand of experience).
4.      Kelas PPKn sebagai laboratorium demokrasi. Melalui PPKn, pemahaman sikap dan perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata melalui ‘mengajar demokrasi” (teaching democracy), tetapi melalui model pembelajaran yang secara langsung menerapkan cara hidup secara demokrasi (doing democracy). Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat kedali mutu tetapi juga sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar bagi siswa sehingga lebih dapat berhasil dimasa depan. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh termasuk portofolio siswa dan evaluasi diri yang lebih berbasis kelas.

3.      Tingkatan Pemahaman Siswa Terhadap Materi Ajar
Tingkatan pemahaman (the levels of understanding) pada pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua. Menurut Skemp (1976) dalam Wahyudi (2001). Tingkatan pemahaman yang pertama disebut pemahaman instruksional (instructional understanding). Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa dan dapat terjadi. Lebih lanjut, siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Selanjutnya, tingkatan pemahaman yang kedua disebut pemahaman relasional (relational understanding). Pada tahapan tingkatan ini, menurut Skemp, siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat terjadi. Lebih lanjut, dia dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.
Menurut Byers dan Herscovics (1977) dalam Wahyudi (2001) menganalisis ide Skemp itu dan mengembangkannya lebih jauh. yaitu, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman antara, yaitu tingkatan pemahaman intuitif (intuitive understanding) dan tingkatan pemahaman formal (formal understanding). Pertama, sebelum sampai pada tingkatan pemahaman instruksional, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman intuitif. Mereka mendefinisikannya sebagai berikut. “Intuitive understanding is the ability to solve a problem without prior analysis of the problem.” Pada tahap tingkatan ini siswa sering menebak jawaban berdasarkan pengalaman-pengalaman keseharian dan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu. Akibatnya, meskipun siswa dapat menjawab suatu pertanyaan dengan benar, tetapi dia tidak dapat menjelaskan kenapa (why). Kedua, sebelum siswa sampai pada tingkatan pemahaman relasional, biasanya mereka akan melewati tingkatan pemahaman antara yang disebut dengan pemahaman formal.


4.      Tipe Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (1988; 49), tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam suatu pengajaran terdiri dari 3 macam yaitu: bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan yang harus nampak sebagai hasil belajar. Nana Sudjana (1988;50-54) juga mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek pengajaran  adalah sebagai berikut  :
a.       Tipe hasil belajar bidang kognitif
Tipe ini terbagi menjadi 6 poin,   yaitu  tipe hasil belajar :
1.      Pengetahuan hafalan (Knowledge), yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual.  Merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya.
2.      Pemahaman (konprehention), kemampuan menangkap makna  atau arti dari suatu konsep.
3.      Penerapan (aplikasi), yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan  suatu konsep. Ide, rumus, hukum dalam situasi  yang baru, misalnya  memecahkan persoalan  dengan menggunakan rumus tertentu.
4.      Analisis, yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai suatu intergritas (kesatuan ynag utuh) menjadi unsur atau bagian yang mempunyai arti.
5.      Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas.
6.      Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.
b.      Tipe  hasil belajar afektif
Bidang afektif disini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang diperhatikanoleh guru, tetapi lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini  didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif  tingkat tinggi.
Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe  hasil belajar dari  yang sederhana ke yang lebih komplek  yaitu :
1.      Receiving atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang pada siswa,  baik dalam bentuk masalah situasi dan  gejala.
2.      Responding atau jawaban, yakni  reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus dari luar.
3.      Valuing atau penilaian, yakni berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap stimulus.
4.      Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya dan kemantapan  prioritas yang dimilikinya.
5.      Karakteristik nilai atau internalisasi, yakni keterpaduan dari semua nilai yang dimiliki seseorang  yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

c.       Tipe hasil belajar bidang psikomotor
Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk ketrampilan, kemampuan bertindak individu. Ada 6 tingkatan ketrampilan yaitu :
1.      Gerakan refleks yaitu ketrampilan pada gerakan tidak sadar.
2.      Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar.
3.      Kemampuan pesreptual termasuk di dalamnya membedakan visual ,  adaptif, motorik, dan lain-lain.
4.      Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan ketetapan.
5.      Gerakan-gerakan skill, mulai dari dari ketrampilan sederhana sampai pada ketrampilan yang kompleks.
6.      Kemampuan yang berkenaan dan komunikasi non decorsive seperti gerakan ekspresif, interpretative.

BAB  III
METODE PENELITIAN
A.     Tempat dan Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP 1 Petungkriyono, dengan subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIII SMP 1 Petungkriyono semester gasal tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah responden sebanyak 40 siswa, dengan latar belakang siswa-siswa yang mengikuti pembelajaran PPKn.

B.     Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester  gasal tahun pelajaran 2014/2015.
1.      Persiapan minggu I bulan September 2014.
2.      Pelaksanaan tindakan I Oktober minggu I tanggal 4 Oktober 2014.
3.      Pelaksanaan tindakan II  Oktober minggu II tanggal  11 Oktober 2014.
4.      Pelaksanaan tindakan III Oktober minggu III tanggal 18 Oktober 2014, jika hasil dari siklus II hasilnya belum memuaskan.
5.      Pengumpulan data minggu IV bulan Oktober 2014.
6.      Pelaporan bulan Desember 2014 minggu ke III.

C.     Rancangan Penelitian
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilaksanakan oleh guru bersama tim di dalam kelas dengan kegiatan berulang-ulang atau bersiklus, dalam rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu dipecahkan. Dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), guru meneliti bersama tim (mitra) terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan secara langsung, sehingga bila guru menemukan permasalahan dalam pembelajaran guru dapat merencanakan tindakan alternatif, kemudian dilaksanakan dan dievaluasi apakah tindakan alternatif tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
Penelitian tindakan kelas lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya realistik dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun hasil penelitian dapat diterapkan oleh orang lain yang mempunyai konteks yang sama dengan peneliti. Dalam buku Pedoman Teknis Pelaksanaan Clasroom Action Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK Depdiknas (2001:5) disebutkan penelitian bersiklus, tiap siklus terdiri dari:
a.       Persiapan/perencanaan (Planning)
b.      Tindakan/pelaksanaan (Acting)
c.       Observasi (Observing)
d.      Refleksi (Reflecting)

D.     Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 siklus yaitu :
1.      Siklus I
a.       Perencanaan (Planning)
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Mengidentifikasikan bahan pembelajaran
2.      Menyusun silabus dan RPP
3.      Menyiapkan alat bantu pembelajaran
4.      Menyiapkan lember tes
5.      Menyiapkan lembar observasi.
Tindakan / pelaksanaan (Acting)
Dalam tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah tertuang dalam rencana pembelajaran dengan modifikasi pelaksanaan sesuai dengan situasi yang terjadi.
b.      Tindakan Siklus 1
Kompetensi Dasar     :  Menjelaskan berbagai konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia.
Indikator                   :  Menjelaskan pengertian, maksud, tujuan, dan pentingnya konstitusi bagi suatu negara.


Langkah-langkah tindakan:
1.      Tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan awal untuk membangkitkan motivasi belajar.
2.      Guru mengajak siswa untuk mengingat dan melafalkan alinea-alinea dalam pembukaan UUD 1945 secara bersama-sama.
3.      Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa seputar isi Pembukaan UUD 1945 tersebut alinea demi alinea.
4.      Guru membagi siswa dalam 6 kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa) dan masing-masing kelompok diberikan tugas untuk menemukan pengertian, maksud, tujuan, dan pentingnya konstitusi bagi suatu negara.
5.      Guru mempersilahkan setiap kelompok untuk maju dan mempresentasikan hasil diskusinya.
6.      Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil pembahasan materi dengan seksama dan tepat
Beberapa hal yang diharapkan dalam siklus ini adalah:
1.      Siswa mengalami peningkatan minat belajar dan aktivitas di kelas selama guru melakukan kegiatan pembelajaran
2.      Terdapat peningkatan konsentrasi belajar siswa sehingga aktivitas siswa menjadi terfokus dalam penyelesaian tugas-tugas yang diberikan oleh guru
3.      Siswa memiliki kemauan dan keberanian untuk bertanya kepada siswa tentang kesulitan yang dialami pada saat menyelesaikan tugas yang diberikan

c.       Observasi (Observing)
Dalam tahap observasi peneliti melakukan pengamatan selama kegiatan berlangsung, juga teman, guru yang diminta bantuan untuk ikut mengamati selama kegiatan proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi keaktifan siswa dan lembar observasi aktifitas guru.


d.      Refleksi (Reflecting)
Tahap ini merupakan tahap menganalisa, mensintesa, hasil dari catatan selama kegiatan proses pembelajaran menggunakan instrumen lembar pengamatan, kuesioner, dan tes. Dalam refleksi melibatkan siswa, teman sejawat yang mengamati dan kepala sekolah. Untuk melakukan perencanaan pada siklus berikutnya, peneliti mengidentifikasi dan mengelompokkan masalah yang timbul pada pembelajaran siklus I.

2.      Siklus II
a.       Persiapan/ perencanaan (Planning)
Sebelum melaksanakan tindakan siklus II, peneliti melakukan perbaikan-perbaikan terkait dengan temuan-temuan pada siklus I.
Ø  Tindakan/ pelaksanaan (Acting)
Kompetenasi Dasar         :        Menganalisa penyimpangan-penyimpangan terhadap konstitusi yang berlaku di Indonesia.
Indikator                         :        Menjelaskan faktor-faktor terjadinya penyimpangan terhadap konstitusi dan bentuk penyimpangannya.

Langkah-langkah tindakan:
1.      Guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan lagu “Tujuh Belas Agustus 1945” untuk membangkitkan motivasi siswa.
2.      Guru menanyakan kepada siswa tentang konstitusi-konstitusi yang diberlakukan di Indonesia sejak berdiri menjadi negara sampai sekarang.
3.      Guru mengajak siswa melakukan studi kelompok, masing-masing kelompok maksimal 3 siswa, dan masing-masing kelompok ditugas untuk menggali faktor penyebab terjadinya penyimpangan terhadap konstitusi dan bentuk-bentuk penyimpangannya dari berbagi konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia.
4.      Siswa melaporkan hasil kerjanya ke depan kelas dan memulai diskusi bersama-sama, dalam siklus II ini guru mengurangi peran dan intruksinya kepada siswa, hanya mengamati dengan seksama bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukannya dan perubahan aktifitas siswa yang dialaminya
5.      Pada sesi akhir guru dan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran secara bersama-sama
Harapan yang dimungkinkan muncul dalam siklus II ini adalah bahwa :
1.      Guru dapat mengelola kelas dengan lebih baik dan lebih mampu memahami siswa
2.      Siswa dapat meningkatkan kemampuan komunikasinya dan penguasaan konsep materi pembelajaran
3.      Partisipasi siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan yang baik

b.      Observasi (Observing)
Pada tahap observasi peneliti melakukan pengamatan selama kegiatan berlangsung, peneliti juga meminta bantuan teman guru untuk mengamati kegiatan proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi aktifitas guru dan lembar keaktifan siswa.
c.       Refleksi (reflecting)
Dari hasil pengamatan pada siklus kedua dapat digunakan untuk melakukan refleksi apakah hasil ulangan siswa sudah memenuhi ketuntasan secara klasikal maupun individual.

E.      Perangkat penelitian
Dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas digunakan beberapa perangkat penelitian sebagai berikut :
1.         Rencana Pembelajaran
Skenario pembelajaran dengan pokok bahasan perpangkatan dan akar yang berisi tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran di dalam kelas, tentang bagaimana menerapakan metode variasi sehingga mampu meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran.

2.      Media Pembelajaran
Alat bantu pembelajaran yang digunakan oleh peneliti, dalam rangka mempermudah proses pembelajaran dengan metode variasi

F.      Instrumen Penelitian
Dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas menggunakan beberapa analisa, antara lain :
1.      Lembar observasi
Lembar observasi guru digunakan untuk mengungkapkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran antara lain contoh lembar observasi seperti pada lampiran.
2.      Soal tes
Berupa tes hasil belajar berbentuk soal pilihan ganda dan uraian. Soal tes dikerjakan secara invidu oleh siswa. Tes digunakan untuk mendapatkan gambaran hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, tes diadakan setiap akhir siklus. Dari hasil tes pada siklus satu dan dua  dapat ditarik kesimpulan ada tidaknya peningkatan hasil tes yang dilaksanakan. Data yang diperoleh dari hasil ulangan siswa digunakan untuk mengetahui hasil ketuntasan klasikal maupun individual.
3.      Angket/ Kuisioner
Angket diberikan setelah proses pembelajaran berakhir pada akhir siklus. Tujuannya untuk mengetahui respon siswa tentang kekurangan, kelebihan atau kendala yang ada serta saran siswa terhadap proses pembelajaran. Contoh angket dapat dilihat dalam lampiran.

G.     Teknik Analisis Data
Dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas teknik analisis terhadap data yang telah dikumpulkan sebagai berikut :
1.   Data Aktivitas Siswa
Data aktivitas siswa adalah data kegiatan siswa dalam proses pembelajaran selanjutnya diobservasi dengan mengkaitkannya dalam kategori;
1.      Baik                 apabila tercatat                       10 tally
2.      Sedang             apabila tercatat                       6 tally
3.      Rendah apabila tercatat                       6 tally
Indikator observasi ini meliputi; memperhatikan penjelasan guru, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan guru, mengerjakan soal ke papan tulis, dan menyelesaikan tugas mandiri. (Lebih lanjut dapat dilihat dalam lampiran form pengamatan)
2.   Data Hasil Tes Belajar Siswa
Data hasil tes adalah data yang diperoleh oleh peneliti setelah melakukan tes formatif terhadap siswa setelah pembelajaran. Tes belajar siswa dilakukan selama 2 (dua) kali, pada setiap siklus yang dilakukan. Dari hasil tes pada siklus satu dan dua nantinya akan dibandingkan sehingga dapat ditarik kesimpulan ada tidaknya peningkatan hasil tes yang dilaksanakan. Data yang diperoleh dari hasil ulangan siswa digunakan untuk mengetahui hasil ketuntasan klasikal maupun individual. Ketuntasan individiual ditentukan dengan ketentuan:
a.        Ketuntasan secara individu
Rumus persentase
ü  Jumlah skor yang diperoleh   X 100%
ü  Jumlah skor maksimal
b.      Ketuntasan secara klasikal
Rumus  persentase ketuntasan :
ü  Jumlah siswa yang tuntas  X 100%
ü  Jumlah seluruh siswa
ü  Ketuntasan belajar individu dinyatakan tuntas apabila  tingkat persentase ketuntasan minimal mencapai 65 %, sedangkan untuk tingkat klasikal minimal mencapai 85 %  (Depdikbud, 1994,  dalam Kustantini:10)
c.       Angket/ Kuisioner
Data yang diperoleh melalui angket siswa dianalisis dengan menggunakan jumlah responden yang telah menjawab setiap pertanyaan angket. Kategori jawaban terbagi menjadi 3 (tiga) macam: ya, tidak dan cukup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar